Kerusakan Tanah Pertanian Akibat Erosi
Penggunaan lahan tanpa diimbangi dengan
upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan akan menyebabkan degradasi lahan.
Lahan di daerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila
mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan
terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan
miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif
menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi tanah. Praktek
penebangan dan perusakan hutan (deforesterisasi) merupakan penyebab utama
terjadinya erosi di kawasan daerah aliran sungai (DAS).
Penurunan produktivitas usaha tani
secara langsung akan diikuti oleh penurunan pendapatan petani dan kesejahteraan
petani. Disamping menyebabkan ketidak-berlanjutan usaha tani di wilayah hulu,
kegiatan usaha tani tersebut juga menyebabkan kerusakan sumber daya lahan dan
lingkungan di wilayah hilir, yang akan menyebabkan ketidak-berlanjutan beberapa
kegiatan usaha ekonomi produktif di wilayah hilir akibat terjadinya pengendapan
sedimen, kerusakan sarana irigasi, bahaya banjir dimusim penghujan dan
kekeringan dimusim kemarau.
Pencemaran Agrokimia
Tingkat pencemaran dan kerusakan
lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia
(pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional.
Dampak negatif dari penggunaan agrokimia
antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan
kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani
dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan
ditanam.
Penggunaan pestisida yang berlebih dalam
kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami
hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini
menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah.
Penggunaan pupuk kimia yang
berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang
panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi
ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan
bahan organik tanah.
Akibat dari ditinggalkannya penggunaan
pupuk organik berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah. Sistem
pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik
tanah lebih dari 2%. Bahan organik tanah disamping memberikan unsur hara
tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan
semakin remah. Namun jika penambahan bahan organik tidak diberikan dalam jangka
panjang kesuburan fisiknya akan semakin menurun.
Pencemaran Industri
Pencemaran dan kerusakan lingkungan di
lingkungan pertanian dapat juga disebabkan karena kegiatan industri.
Pengembangan sektor industri akan berpotensi menimbulkan dampak negatip
terhadap lingkungan pertanian kita, dikarenakan adanya limbah cair, gas dan
padatan yang asing bagi lingkungan pertanian. Dampak yang ditimbulkan dapat
berupa gas buang seperti belerang dioksida (SO2) akan menyebabkan terjadinya
hujan asam dan akan merusak lahan pertanian. Disamping itu, adanya limbah cair
dengan kandungan logam berat beracun (Pb, Ni, Cd, Hg) akan menyebabkan
degradasi lahan pertanian dan terjadinya pencemaran dakhil. Limbah cair ini apa
bila masuk ke badan air pengairan, dampak negatifnya akan meluas sebarannya.
Penggalakan terhadap program kali bersih dan langit biru perlu dilakukan, dan
penerapan sangsi bagi pengusaha yang mengotori tanah, air dan udara.
Pertambangan dan Galian
Usaha pertambangan besar sering
dilakukan diatas lahan yang subur atau hutan yang permanen. Dampak negatif
pertambangan dapat berupa rusaknya permukaan bekas penambangan yang tidak
teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur, dan sisa ekstraksi (tailing) yang
akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi tanah. Sisa ektraksi ini bisa
bereaksi sangat asam atau sangat basa, sehingga akan berpengaruh pada degradasi
kesuburan tanah.
Semakin meningkatnya kebutuhan akan
bahan bangunan terutama batu bata dan genteng, akan menyebabkan kebutuhan tanah
galian juga semakin banyak (galian C). Tanah untuk pembuatan batu bata dan
genteng lebih cocok pada tanah tanah yang subur yang produktif. Dengan dipicu
dari rendahnya tingkat keuntungan berusaha tani dan besarnya resiko kegagalan,
menyebabkan lahan-lahan pertanian banyak digunakan untuk pembuatan batu bata,
genteng dan tembikar. Penggalian tanah sawah untuk galian C disamping akan
merusak tata air pengairan (irigasi dan drainase) juga akan terjadi kehilangan
lapisan tanah bagian atas (top soil) yang relatif lebih subur, dan meninggalkan
lapisan tanah bawahan (sub soil) yang kurang subur, sehingga lahan sawah akan
menjadi tidak produktif.
Source :
Benidiktus Sihotang, STP - PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN PERTANIAN
ORGANIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar