Penyakit
Jamur Akar Putih.
1.
Gejala pada tanaman karet akibat JAP (Jamur akar putih)
*
Tanaman yang terserang jamur akar putih daun-daunya terlihat kusam, permukaan
daun menelungkup, layu dan gugur, adakalanya tanaman membentuk bunga/buah lebih
awal.
*
Terbentuk buah lebih awal pada tanaman muda yang seharusnya belum cukup
waktunya berbuah dan bertajuk tipis.
*
Apabila perakaran dibuka maka pada permukaan akar terdapat semacam benang-benang
berwarna putih kekuningan menempel dan pipih menyerupai akar rambut yang
menempel kuat dan sulit dilepas.
*
Gejala lanjut akar membusuk, lunak dan berwarna coklat.
*
Mati mendadak seperti tersiram air panas pada musim hujan.
*
Serangan lebih lanjut akan membentuk badan buah berbentuk setengah lingkaran
yang tumbuh pada pangkal batang. Badan buah berwarna pink dengan tepi berwarna
kuning muda atau keputihan.
2.
Penyebap terjadinya serangan Jamur akar putih.
*
Lahan yang dipenuhi oleh sisa-sisa tanaman hutan atau bekas tanaman karet yang
tidak di cabut dan dibakar yang menjadi
sarang koloni JAP.
sarang koloni JAP.
*
Tanaman yang telah terinfeksi tidak di isolasi sehingga akar yang terkena JAP
dapat kontak dengan akar tanaman karet
yang sehat.
*
Spora jamur yang ada di sekitar perkebunan terbawa angin dan hewan yang dapat
menularkan tanaman lain.
*
Areal yang memang menjadi habitat JAP.
*
Klon karet yang tidak toleran terhadap JAP.
3.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit JAP.
Umumnya
penyakit jamur akar putih R. lignosus
berjangkit dan mengakibatkan banyak kematian pada pertanaman karet muda yang
berumur 2-4 tahun. Masalah tersebut umumnya timbul setelah suatu kebun karet
diremajakan atau suatu hutan dikonversikan menjadi kebun karet. Timbulnya
penyakit akar R. lignosus erat
hubungannya dengan kebersihan lahan. Tunggul atau sisa tebangan pohon, perdu
dan semak yang tertinggal dalam tanah merupakan substrat R. lignosus. Potensi R.
lignosus sangat ditentukan oleh banyaknya tunggul di lahan yang
bersangkutan. Lama bertahan R. lignosus dalam tanah disamping ditentukan oleh
hal tersebut juga ditentukan oleh ikut sertanya organisme renik yang melapukkan
tunggul. Jamur akar putih berkembang dengan baik pada tanah posporus hingga di
daerah. Penularan penyakit terjadi karena adanya kontak antara akar sakit dan
sehat atau adanya miselium yang tumbuh dari food base di sekitar perakaran
tanaman sehat. Lama penularan penyakit pada tanah berpasir dapat bervariasi
antara 1-2 tahun.
4.
Pengendalian penyakit jamur akar putih.
Pencegahan Penyakit Jamur Akar Putih
pada tanaman karet dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Pembongkaran
atau pemusnahan tunggul akar tanaman.
- Penanaman
bibit sehat. Bibit stum mata tidur yang akan dimasukkan ke polybag atau
akan ditanam sebaiknya diseleksi dulu, bibit yang tertular masih dapat
digunakan dengan cara mencelupkan bagian perakaran dengan larutan terusi
2%.
- Pada
areal yang rawan jamur akar putih, yaitu lahan yang terdapat banyak
tunggul, tanah gembur dan lembab sebaiknya tanaman ditaburi belerang
sebanyak 100-200 gr/pohon selebar 100 cm, yang kemudian dibuat alur agar
belerang masuk kedalam perakaran. Pemberian belerang ini diberikan setiap
tahun sekali sampai dengan tanaman berumur lima tahun.
- Pemupukan
yang rutin agar tanaman sehat
Pengendalian penyakit JAP saat ini lebih
dititikberatkan pada pengendalian hama/penyakit terpadu (PHT) sejalan dengan
peraturan pemerintah tentang Integrated Pest Management (IPM) yaitu dengan
menggabungkan beberapa komponen pengendalian seperti kultur teknis, biologis
dan kimiawi sebagai berikut:
- Menanam
klon yang tahan seperti BPM 107, PB 260, PB 330, AVROS 2037, PBM 109, IRR
104, PB 217, PB 340, PBM 1, PR 261, dan RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42,
IRR 112 dan IRR 118.
- Jarak
tanam diatur tidak terlalu rapat.
- Cabang/ranting
yang telah mati dipotong dan dimusnahkan.
- Cabang
yang masih menunjukkan gejala awal (sarang laba-laba) segera dioles dengan
fungisida Bubur Bordo, Calixin 750 EC atau Antico F-96 hingga 30 cm ke
atas dan ke bawah.
- Bubur
Bordo dan fungisida yang mengandung unsur tembaga tidak dianjurkan pada
tanaman yang telah disadap, karena dapat merusak mutu lateks.
- Pada
kulit yang mulai membusuk harus dikupas sampai bagian kulit sehat.
- kemudian
dioles fungisida hingga 30 cm keatas dan ke bawah dari bagian yang sakit.
- Secara
Kultur Teknis
Pengendalian secara kultur teknis dapat
dilakukan melalui beberapa tindakan diantaranya pengolahan tanah, seleksi
bibit, pemeliharaan tanaman dan penanaman kacangan penutup tanah.
a.
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah secara
mekanis bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi, menyingkirkan tunggul dan
sisa-sisa akar tanaman sebelumnya yang dapat menjadi sumber infeksi atau
menekan R0. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kenyataan bahwa akar karet berdiameter
1 cm dengan panjang 4 cm cukup untuk menjamin ketersediaan makanan R.
lignosus hingga kurang lebih 4 bulan pada tanah tanpa penutup kacangan dan
3 bulan pada penutup tanah kacangan. Oleh sebab itu disamping tunggul,
akar-akar lateral perlu dimusnahkan.
b.
Seleksi Bibit
Seleksi bibit sebagai bahan tanam
merupakan pekerjaan penting yang harus dilakukan, namun pada kenyataannya hal
itu selalu diremehkan bahkan diabaikan, sehingga setelah satu tahun bahkan enam
bulan ditanam di lapangan banyak tanaman yang mati disebabkan oleh JAP. Hal ini
membuktikan bahwa bibit tersebut telah terinfeksi oleh JAP sebelum dipindahkan
ke lapangan. Sebagai akibatnya bukan saja biaya pemeliharaan meningkat akan
tetapi penyiapan pohon untuk penyisipan selalu menjadi kendala (tidak
tersedia).
c.
Penanaman Kacangan Penutup Tanah
Pada tahun 1960-an, perkebunan karet
dianjutkan agar bebas dari persaingan sehingga tanpa ada gulma di sekitar
tanaman. Tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa secara jangka panjang cara
tersebut berdampak negatif terutama terjadi erosi akibat hujan. Oleh karena itu
kebijaksanaan yang ditempuh dewasa ini adalah membangun kacangan sebagai
penutup tanah pada tanaman TBM atau lebih dianjurkan sebelum tanaman karet
ditanam. Hasil penelitian kacangan sebagai penutup tanah menunjukkan bahwa
tanaman kacangan ternyata dapat mengurangi tingkat serangan JAP. Hal ini
disebabkan penutup tanah kacangan dismaping dapat mempercepat pembusukan
sisa-sisa akar juga mendorong atau meningkatkan mikroba tanah seperti Actinomycetes
atau jamur-jamur lain yang bersifat antagonis terhadap Rigidoporus lignosus.
2).
Pengendalian Biologi
Pengendalian biologis dengan bahan
biofungisida TRIKO SP plus merupakan tindakan preventif untuk mencegah
meluasnya penyakit JAP. Biofungisida TRIKO plus mengandung dua agensia yang
bersifat antagonis terhadap JAP dan bersifat dekomposisi dapat digunakan sejak
awal, mulai dari pencampuran tanah pengisi lubang tanam pada saat menanam
kemudian diikuti dengan penaburan di sekeliling pohon sejak tanaman berumur 6
bulan di lapangan. TRIKO Plus ditabur di sekeliling pangkal pohon hingga radius
50 cm dengan interval 6 bulan selama TBM minimal 6 kali tergantung banyaknya
sumber infeksi di lapangan.
Cara pengaplikasi Trico-SP, bahan
berbentuk serbuk yang mengandung Trichoderma sp ini dicoba pada tanaman
muda dan sudah menghasilkan. Penggunaan 50 gram/pohon diberikan untuk
pencegahan serangan JAP pada tanaman saat di polibag dan saat ditanam di
lapangan, sementara 100gram/pohon diberikan pada pohon yang sudah terserang.
Bahan ini dicampur dengan tanah di polibag dan di lubang tanam, sementara untuk
tanaman yang sudah menghasilkan, terlebih dahulu dibuat parit keliling radius
0.5 m dari pangkal pohon yang akan diisi oleh Trico-SP dan ditutup kembali
dengan tanah.
Pengendalian penyakit JAP secara kimiawi
merupakan tindakan kuratif yang dilakukan pada tanaman sakit. Penggunaan bahan
kimia semula aplikasinya dilakukan dengan cara pelumasan (pointing) menggunakan
bahan fungisida Collar Protectant (CP) dengan bahan aktif Penta Chloro Nitro
Benzene (PCNB) seperti Fomac 2, Ingropasta, Shell Collar Protectant dan
fungisida Tridemorf (Calixin CP). Aplikasi dengan cara pelumasan ini sulit untuk
dilaksanakan karena harus membuka perakaran terlebih dahulu dan keterbatasan
tenaga. Kemudian dengan berkembangnya teknologi maka aplikasi fungisida
dilakukan dengan cara penyiraman (Dranching). Fungisida yang efektif
terhadap JAP adalah Bayleton 250 EC dengan dosis 10-15 cc/liter
air/pohon/aplikasi dengan interval aplikasi 4 bulan. Bagi pohon karet yang
mengalami infeksi berat aplikasi fungisida dianjurkan dengan cara pelumasan
dengan membuka leher akar terlebih dahulu. Cara pelumasan ini ndapat digunakan
fungisida Bayleton 250 EC yang dicampur dengan kaolin dan Agristick. Bahan
campuran ini mudah diaplikasikan sehingga dalam pelaksanaannya tidak mengalami
kesulitan. Dalam konsepsi pengendalian penyakit secara terintegrasi, penggunaan
pestisida masih tetap diperlukan. Oleh sebab itu monitoring untuk mengetahui
serangan penyakit secara dini merupakan langkah awal keberhasilan pengendalian
penyakit.
Cara pengaplikasian Bayleton, Bayleton 5
cc/l dicampur dengan air sampai menjadi satu liter, disiramkan di sekitar
pangkal pohon dengan sebelumnya membuat parit keliling agar campuran bayleton
tersebut dapat terserap hingga ke daerah perakaran tanaman. Berdasarkan umur
tanaman, campuran bayleton tersebut diberikan sebanyak 250 ml/pohon (< 1
tahun), 500 ml/pohon (2-3 tahun) dan 1000 ml/pohon > 3 tahun). Pada
perlakuan pengobatan diberikan 1000 ml/pohon yang diulang setiap enam bulan
sekali.
Berdasarkan
hasil pengamatan satu tahun setelah aplikasi, pada kasus pohon per pohon,
dimana hanya beberapa pohon dengan tetangga terdekatnya yang diobati, kematian
karet pada sub plot yang diberi perlakuan bayleton sebesar 5.3%, sedangkan sub
plot dengan perlakuan Trico-SP adalah sebesar 8.1%. Aplikasi bayleton dan
Trico-SP pada semua pohon dalam plot memperlihatkan kematian satu tahun setelah
aplikasi sebesar 5.3% dan Trico-SP sebesar 5.1%. Dengan relatif rendahnya
tingkat kematian setelah satu tahun pengobatan, dua cara pengendalian tersebut
sangat diperlukan untuk menahan dan mengontrol serangan JAP, terutama dalam
penggabungan penggunaan Trico-SP di tingkat pencegahan dan Bayleton pada
pengobatan lebih lanjut.
Dilakukan pada saat serangan dini dan
dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Pengobatan dilakukan dengan cara
menggali tanah pada daerah leher akar, kemudian leher akar diolesi dengan
fungisida dan tanah ditutup kembali dengan tanah 2-3 hari setelah aplikasi.
Jenis fungisida dan alternatif penggunaannya adalah sebagai berikut:
- Pengolesan
: Calixin CP, Fomac 2, Shell CP dan Ingro Pasta 20 PA.
- Penyiraman:
Alto 100SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC, Sumiate 12.5
WP, Tilt 250 EC dan Calixin 750 EC.
- Penaburan:
Belerang, Bayfidan 3G, Anjap P, Biotri P dan Triko SP+.
- Pada areal tanaman yang mati sebaiknya dilakukan pembongkaran tunggul dan diberikan belerang sebanyak 200 gr, agar jamur yang ada mati.
Very good.
BalasHapusThanks.